KLIKBISNIS – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus mengalami pelemahan pada perdagangan Jumat siang (27/12/2024), tertekan oleh sejumlah sentimen negatif baik dari eksternal maupun internal.
Berdasarkan data Bloomberg pada pukul 10.29 WIB, rupiah tercatat turun 56 poin atau 0,35% menjadi Rp 16.246 per dolar AS. Di sisi lain, indeks dolar AS naik tipis 0,05 poin atau 0,05%, berada di level 108,18.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, memprediksi pergerakan rupiah yang fluktuatif pada hari ini, dengan rentang antara Rp 16.240 – 16.270 per dolar AS.
Ia menyebutkan bahwa pelemahan rupiah disebabkan oleh kombinasi sentimen negatif, baik dari luar negeri maupun dalam negeri.
Dari sisi eksternal, Ibrahim menyebutkan dua faktor utama yang menekan rupiah. Pertama, kemungkinan Federal Reserve (The Fed) akan memangkas suku bunga dua kali pada 2025, yang dapat menekan pasar global.
Bahkan, jika kebijakan Presiden terpilih AS, Donald Trump, bertentangan dengan pasar, The Fed berpotensi untuk kembali menaikkan suku bunga.
Selain itu, ketegangan geopolitik di Timur Tengah dan Eropa, khususnya konflik Rusia-Ukraina, turut memperkuat dolar AS.
Ibrahim juga menyoroti masalah ekonomi di China yang belum sepenuhnya pulih, yang berdampak pada ekonomi negara-negara Asia, termasuk Indonesia.
Dari dalam negeri, Ibrahim menyebutkan perhatian investor kini tertuju pada kebijakan pemerintah, terutama rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%.
Meski mendapat dorongan dari beberapa pihak, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menganjurkan penundaan kebijakan tersebut mengingat kondisi ekonomi global yang masih penuh ketidakpastian.
“Kebijakan PPN 12% ini berpotensi menambah beban masyarakat, terutama kelas menengah ke bawah, yang bisa berdampak buruk terhadap daya beli,” ujar Ibrahim.
Selain itu, ketidakpastian politik di Indonesia semakin memperburuk kondisi perekonomian. Penetapan Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, sebagai tersangka oleh KPK terkait kasus suap Harun Masiku menambah kekhawatiran investor.
Ibrahim menilai kejadian ini berkontribusi pada capital outflow yang semakin deras, meski Bank Indonesia telah melakukan intervensi untuk menstabilkan rupiah.
Ibrahim menambahkan bahwa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang masih relatif baru sangat membutuhkan stabilitas politik untuk menjalankan kebijakan perekonomian yang lebih baik.
Dengan banyaknya sentimen negatif yang mempengaruhi pasar, sangat wajar jika rupiah terus mengalami pelemahan menjelang akhir tahun.
“Rupiah memang menghadapi tekanan yang sangat besar, dan stabilitas politik dalam negeri akan menjadi kunci untuk pemulihan di tahun-tahun mendatang,” ujar Ibrahim menutup penjelasannya.***